Kamis, 11 April 2019

Faisal Basri: Indonesia Jauh dari Dikuasai Asing

Ekonom Faisal Basri menyebut investasi langsung asing ke Indonesia jauh lebih kecil dari negara-negara tetangga, bahkan negara komunis seperti Vietnam.
ROHILOKE.COM - Jakarta, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basrimembantah opini yang berkembang di masyarakat soal perekonomian Indonesia yang sudah dikuasai pihak asing. Menurut dia, data justru menunjukkan arus investasi langsung asing ke Indonesia jauh lebih kecil dari negara-negara tetangga, bahkan negara komunis sekalipun seperti Vietnam. 


"Data justru menunjukkan Indonesia jauh dari dikuasai asing. Perekonomian Indonesia tidak saja tidak dikuasai asing, melainkan justru sebaliknya, peranan asing relatif kecil dalam pembentukan kue nasional (PDB)," ujar Faisal dalam akun pribadinya dikutip, Kamis (11/4).



Faisal menjelaskan, arus investasi langsung asing (Foreign Direct Investment) yang masuk ke Indonesia rata-rata hanya sekitar 5 persen dari keseluruhan investasi fisik atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Angka tersebut, menurut dia, sangat kecil jika disandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia dan Filipina. 



"Dengan negara komunis sekalipun seperti Vietnam dan negara sosialis seperti Bolivia, (investasi asing yang masuk ke ke Indonesia) kita selalu lebih kecil," ungkap dia.



Berdasarkan data UNCTAD yang dipaparkan Faisal, rata-rata FDI dalam bentuk PMTB yang masuk ke Indonesia hanya mencapai sekitar 5,7 persen. Sementara Thailand sebesar 6,1 persen, Filipina sebesar 7 persen, Malaysia sebesar 14 persen, bahkan Vietnam mencapai 23,2 persen. 



Data juga menunjukkan FDI rata-rata FDI yang masuk ke Indonesia pada periode yang sama mencapai 24,1 persen. Angka tersebut lebih tinggi dari Filipina yang mencapai 17,8 persen, tetapi lebih rendah dari Malaysia sebesar 40,6 persen, Thailand 44,7 persen, dan Vietnam 50,5 persen. 



"Akumulasi kehadiran investasi langsung asing hingga sekarang tidak sampai seperempat PDB," jelas dia.



Menurut Faisal, partisipasi aktif dalam perekonomian dunia adalah pilihan yang jauh lebih baik. Kenyataannya, menurut dia, perekonomian dunia kian terintegrasi dan setiap negara apa pun ideologinya sudah sejak lama bersaing ketat memperoleh manfaat dari pasar global. 



"Dalam perekonomian subsisten paling primitif sekalipun, tidak semua barang kebutuhan bisa diproduksi sendiri dan oleh karena itu harus didatangkan dari luar. Dengan demikian, pernyataan siapa pun yang sesumbar impor tak perlu, jelas adalah bualan," terang dia.